
Sertifikasi Profesi: untuk Praktisi, Demi Kepentingan Publik
- On 26/05/2025
Oleh: Ar. Stevanus J Manahampi, M.E, A.A, IAI
Sertifikasi profesi kerap menimbulkan perdebatan. Di kalangan profesional, tak sedikit yang melihatnya sebagai beban administratif tambahan—bahkan dianggap mempersulit mereka yang sudah terbukti berpengalaman. Di sisi lain, masyarakat awam pun sering kali tak merasa bahwa sertifikasi punya arti penting bagi mereka. Toh, yang disertifikasi adalah pelaku profesi, bukan pengguna jasanya.
Banyak yang keliru memahami bahwa sertifikasi dibuat demi kepentingan pelaku profesi. Padahal esensinya justru sebaliknya: sertifikasi adalah instrumen untuk melindungi masyarakat dan menjamin kepentingan publik.
Contohnya:
- SIM bukan untuk mengakui kita pengemudi hebat, tapi sebagai jaminan bahwa kita memahami dan mematuhi aturan lalu lintas demi keselamatan bersama.
- Sertifikasi halal bukan hak istimewa produsen, tapi hak konsumen atas kepastian dan transparansi produk.
Demikian pula dengan STRA (Surat Tanda Registrasi Arsitek). Proses sertifikasi dan registrasi ini bukan penanda bahwa Anda adalah arsitek paling visioner, melainkan bukti bahwa Anda telah:
- Lulus uji kompetensi dasar,
- Memahami etika profesi dan regulasi,
- Diberi kewenangan profesional yang penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan,
- Siap menunaikan kewajiban dan menjalankan tanggung jawab profesi secara hukum dan etik.
Dalam logika profesi, kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab adalah tiga aspek yang tidak boleh dipertukarkan.
- Kewenangan adalah hak sah yang diberikan negara atau lembaga profesi untuk melakukan tindakan profesional tertentu.
- Kewajiban adalah keharusan yang melekat pada setiap pemegang kewenangan.
- Tanggung jawab bukan terhadap kewajiban semata, tetapi terhadap bagaimana kewenangan itu digunakan.
Profesi Bukan Soal Siapa Kamu, Tapi Apa yang Bisa Dipercayakan Padamu
- Bisa menerbangkan pesawat, bukan berarti bisa menyebut diri pilot. Karena pilot bukan sekadar bisa menerbangkan dan mendaratkan pesawat.
- Tahu hukum, bukan berarti bisa menyebut diri pengacara. Karena menjadi pengacara bukan sekadar tahu hukum, tapi harus teregistrasi dan tunduk pada kode etik.
- Bisa menyembuhkan orang, bukan berarti bisa menyebut diri dokter. Karena dokter bukan sekadar bisa mengobati.
- Bisa menggambar bangunan, bukan berarti bisa menyebut diri arsitek. Karena arsitek bukan sekadar ahli gambar.
Kemampuan, pengalaman atau prestasi tidak otomatis memberi legitimasi untuk menyandang gelar profesi:
Gelar profesi datang bersama kewenangan yang sah secara hukum, dan itu harus dijalankan dengan kewajiban etik serta siap untuk dipertanggungjawabkan secara publik.
Bahkan seorang pembalap F1, meskipun juara dunia berkali-kali, tetap wajib memiliki SIM jika ingin mengemudi di jalan umum. Karena prestasi tidak menggugurkan kewajiban hukum dalam ruang publik.
Sertifikasi adalah Jaminan Publik, Bukan Simbol Elitisme. Ini adalah cara negara hadir untuk menjamin kualitas dan keselamatan layanan profesional yang diterima oleh masyarakat. Bukan jaminan puncak prestasi, melainkan jaminan minimum kelayakan yang bisa dipercaya publik.
Kritik Perlu, Tapi Jangan Abaikan Prinsipnya
Sertifikasi bisa dan memang perlu dikritik—entah karena prosesnya rumit, mahal, atau belum cukup inklusif.
Solusinya bukan menghapus atau menolak sistem, melainkan memperjuangkan reformasinya, memperkuatnya agar semakin relevan, adil, efisien, dan berorientasi publik.
Beberapa hal yang layak dikaji dan diperkuat:
- Menghindari duplikasi proses sertifikasi. Untuk arsitek, cukup satu sistem pengakuan profesi yang sah dan akuntabel seperti STRA, tanpa harus melalui sertifikasi kompetensi ganda—seperti SKK, yang tumpang tindih.
- Evaluasi substansi uji kompetensi. Ujian harus tidak hanya menjamin standar minimum, tapi juga memacu peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat.
- Tender proyek publik harus berbasis kualitas. Proses pengadaan jangan hanya bersifat administratif, tapi juga mempertimbangkan portofolio dan rekam jejak arsitek secara profesional.
- Mendorong penghargaan terhadap profesi arsitek. Baik melalui edukasi publik, regulasi insentif, maupun promosi budaya arsitektur yang lebih sehat.
- Memperkuat pengawasan terhadap praktik profesi. Demi menjamin bahwa layanan arsitek tetap sesuai dengan standar etik dan teknis yang berlaku.
Menyandang gelar profesi bukan sekadar pengakuan atas kemampuan pribadi, melainkan komitmen terhadap standar layanan, etika, dan regulasi yang menjamin keselamatan dan kepentingan masyarakat.
Sertifikasi bukan pembatas, melainkan jaminan publik bahwa setiap profesional siap untuk diaudit, diuji, dan bertanggung jawab secara sah.
Karena di balik setiap profesi, ada kepercayaan publik yang harus dijaga—bukan hanya oleh kemampuan, tapi oleh sistem, etika, dan akuntabilitas yang melekat padanya.
0 comments on Sertifikasi Profesi: untuk Praktisi, Demi Kepentingan Publik