4 Jenis Sanksi untuk Pelanggaran Undang-undang Arsitek
- On 10/09/2024
Undang-undang Arsitek adalah landasan hukum yang penting dalam mengatur praktik profesi arsitek di Indonesia. Undang-undang ini diciptakan untuk menjaga integritas, kualitas, dan standar dalam bidang arsitektur. Memahami dan mematuhi peraturan perundang-undangan ini sangatlah penting karena berdampak langsung pada keamanan, kenyamanan, dan kualitas bangunan yang dibangun.
Dengan berlakunya UU Arsitek Nomor 6 tahun 2017 tentang Arsitek dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Arsitek, profesi arsitek memiliki landasan hukum yang kuat dalam melakukan praktik arsitek. Penerbitan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) yang dilakukan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI) sebagai syarat untuk memperoleh ijin praktik/lisensi dari Pemerintah Daerah, bersama perwakilan Pengurus IAI setempat, merupakan salah satu langkah untuk menerapkan legalitas sekaligus pengawasan penggunaan gelar arsitek.
Dengan demikian, kredibilitas seorang arsitek yang punya STRA/LISENSI akan lebih terjaga. Arsitek pemilik STRA wajib mematuhi setiap peraturan dan etika serta standar kinerja yang telah ditentukan oleh Dewan Arsitek Indonesia. Pelanggaran terhadap peraturan, etika dan standar kinerja yang telah ditetapkan akan berbuah sanksi bagi pelanggar.
Pelanggaran Terhadap Praktik Arsitek
Dalam pelaksanaan praktik arsitek, ada dua jenis pelanggaran yang harus dihindari oleh pemegang STRA/LISENSI. Pelanggaran tersebut antara lain:
Pelanggaran Kepemilikan STRA/LISENSI
Salah satu pelanggaran utama dalam praktik arsitek adalah ketika individu atau entitas yang melakukan pekerjaan arsitek tidak memiliki STRA/LISENSI yang sah. STRA/LISENSI adalah tanda pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang diperlukan untuk menjadi seorang arsitek yang kompeten. Tanpa STRA/LISENSI, seseorang tidak berhak untuk melakukan praktik arsitek secara sah.
Pelanggaran kepemilikan STRA sesuai dengan pasal 61 mencakup;
- Praktik Arsitek tidak memiliki STRA/LISENSI.
- Habis Masa Berlaku
- Pinjam/Meminjam, Sewa/Menyewa
Pelanggaran Pemenuhan Standar Kinerja Arsitek
Selain memiliki STRA/LISENSI, arsitek juga diharapkan untuk memenuhi standar kinerja arsitek yang telah ditetapkan dan/atau disyaratkan. Ini termasuk etika profesional, kualitas desain, keamanan-keselamatan, dan kepatuhan terhadap peraturan bangunan yang berlaku. Pelanggaran terhadap standar ini dapat berdampak negatif pada hasil kerja dan keamanan-keselamatan proyek arsitektur.
Pelanggaran pemenuhan standar kinerja Arsitek pada lingkup layanan mencakupi:
- Penyusunan Studi Awal Arsitektur (ps 6).
- Perencanaan Bangunan Gedung dan Lingkungan (ps 9).
- Pelestarian Bangunan Gedung dan Lingkungannya (ps 17).
- Perencanaan Tata Bangunan dan Lingkungannya (ps 25).
- Penyusunan Dokumen Perencanaan Teknis (ps 28).
- Pengawasan Aspek Arsitektur pada Pelaksanaan Konstruksi Bangunan dan Lingkungannya (ps 29).
4 Jenis Sanksi untuk Pelanggaran Undang-Undang Arsitek
Untuk menjaga integritas profesi arsitek dan memastikan bahwa praktik arsitek dilakukan dengan baik dan benar, terdapat sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran undang-undang arsitek:
Peringatan Tertulis
Dalam kasus pelanggaran yang ringan atau pelanggaran pertama kali, Dewan Arsitek Indonesia dapat memberikan peringatan/teguran tertulis kepada individu atau entitas yang melanggar peraturan. Peringatan/teguran ini berfungsi sebagai aba-aba untuk mematuhi peraturan.
Pembekuan STRA Sementara
Jika pelanggaran lebih serius, Dewan Arsitek Indonesia dapat memutuskan untuk membekukan sementara STRA. Ini berarti arsitek yang bersangkutan tidak lagi memiliki izin untuk melaksanakan praktik arsitek sampai masalahnya diselesaikan. DAI akan menilai apakah arsitek yang bersangkutan sudah memenuhi syarat untuk melanjutkan praktiknya secara normal sebelum melepaskan sanksi.
Pencabutan Kepemilikan STRA
Jika pelanggaran berulang kali atau sangat serius, Dewan Arsitek Indonesia dapat mencabut kepemilikan STRA atas rekomendasi dari pemerintah daerah provinsi setempat, institusi pemerintahan yang berhak mencabut LISENSI Arsitek. Sanksi ini akan menghilangkan hak dan wewenang seseorang untuk melanjutkan praktik arsitek secara legal. Dengan kata lain, pelanggar tidak akan memiliki landasan/perlindungan hukum apabila di kemudian hari mengalami permasalahan saat mengerjakan proyek.
Pelaporan kepada Pihak Berwajib
Dalam kasus pelanggaran hukum yang lebih luas, Dewan Arsitek Indonesia dapat melaporkan individu atau entitas yang bersangkutan kepada pihak berwajib. Tindakan hukum dapat diambil sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam menjalankan praktiknya, arsitek harus selalu mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku. Undang-undang Arsitek dan peraturan pelaksanaannya telah memberikan kerangka kerja yang jelas untuk profesi ini, dan pelanggaran terhadapnya dapat mengakibatkan sanksi yang serius. Oleh karena itu, penting bagi semua arsitek dan calon arsitek untuk memahami persyaratan dan mematuhi peraturan ini agar dapat berkontribusi mengamalkan keahliannya secara positif kepada dunia industri konstruksi serta pembangunan dan perkembangan bangsa.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai peraturan profesi arsitek, Anda dapat mengunjungi website Dewan Arsitek Indonesia (DAI). Sebagai arsitek pemegang STRA/LISENSI yang legal dan berintegritas, mari kita bersama-sama menjaga integritas dan profesionalisme dalam profesi arsitek untuk masa depan yang lebih baik.
________________________________________________
References:
0 comments on 4 Jenis Sanksi untuk Pelanggaran Undang-undang Arsitek